DESAIN BANGUNAN HEMAT ENERGI
·
DESAIN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI
MENURUT AHLI
Desain
hemat energi diartikan sebagai perancangan bangunan untuk meminimalkan
penggunaan energi tanpa membatasi fungsi bangunan maupun kenyamanan atau
produktivitas penghuninya. “Designing building to minimize
the usage of energy without constraining the building function nor the comfort
of productivity of occupants..” (Hawkes Dean, 2002)
Arsitektur Hemat energi menurut, Tri Harso Karyono (2007), adalah: Kondisi dimana energi dikonsumsi
secara hemat (minimal), tanpa harus mengorbankan kenyamanan fisik manusia.
Perancangan
sebuah bangunan yang hemat energi merupakan salah satu aspek dalam mewujudkan
arsitektur berkelanjutan, menurut Ken
Yeang (2006) “Ecological design, is bioclimatic design,
design with the climate of the locality, and low energy design.” yang menekankan perancangan
pasif yang berbasis pada integrasi kondisi ekologi setempat, iklim makro dan
mikro, kondisi tapak, program bangunan, konsep design dan sistem yang tanggap
pada iklim, penggunan energi yang rendah.
Perancangan
suatu bangunan yang sadar energi, menurut Ken
Yeang dalam bukunya. The Green Skyscraper (Yeang,
2000), menyatakan bahwa terdapat beberapa parameter yang menjadi konsep dasar
desain sadar energi, yaitu:
1.
Kenyamanan Thermal
Bagaimana bangunan dapat mengontrol perolehan sinar matahari sesuai dengan kebutuhannya. Bangunan yang berada pada iklim dingin harus mampu menerima radiasi matahari yang cukup untuk pemanasan, sedangkan bangunan yang berada pada iklim panas, harus mampu mencegah radiasi matahari secukupnya untuk pendinginan.
Bagaimana bangunan dapat mengontrol perolehan sinar matahari sesuai dengan kebutuhannya. Bangunan yang berada pada iklim dingin harus mampu menerima radiasi matahari yang cukup untuk pemanasan, sedangkan bangunan yang berada pada iklim panas, harus mampu mencegah radiasi matahari secukupnya untuk pendinginan.
2.
Kenyamanan Visual
Membahas mengenai bagaimana bangunan dapat mengontrol perolehan cahaya matahari (penerangan) sesuai dengan kebutuhannya.
Membahas mengenai bagaimana bangunan dapat mengontrol perolehan cahaya matahari (penerangan) sesuai dengan kebutuhannya.
3.
Kontrol Lingkungan Pasif
Dilakukan untuk mencapai kenyamanan thermal maupun visual dengan memanfaatkan seluruh potensi iklim setempat yang dikontrol dengan elemen – elemen bangunan (atap, dinding, lantai, pintu, jendela, aksesoris, lansekap) yang dirancang tanpa menggunakan energi (listrik).
Dilakukan untuk mencapai kenyamanan thermal maupun visual dengan memanfaatkan seluruh potensi iklim setempat yang dikontrol dengan elemen – elemen bangunan (atap, dinding, lantai, pintu, jendela, aksesoris, lansekap) yang dirancang tanpa menggunakan energi (listrik).
4.
Kontrol Lingkungan Aktif
Dilakukan untuk mencapai kenyamanan thermal dan visual dengan memanfaatkan potensi iklim yang ada dan dirancang dengan bantuan teknologi maupun instrumen yang menggunakan energi (listrik).
Dilakukan untuk mencapai kenyamanan thermal dan visual dengan memanfaatkan potensi iklim yang ada dan dirancang dengan bantuan teknologi maupun instrumen yang menggunakan energi (listrik).
5.
Kontrol Lingkungan Hibrid
Dilakukan untuk mencapai kenyamanan thermal maupun visual dengan kombinasi pasif dan aktif untuk memperoleh kinerja bangunan yang maksimal.
Dilakukan untuk mencapai kenyamanan thermal maupun visual dengan kombinasi pasif dan aktif untuk memperoleh kinerja bangunan yang maksimal.
·
Iklim Dan Kenyamanan Thermal
Kondisi
iklim setempat menjadi tantangan dalam perancangan bangunan, Wilayah DKI
Jakarta termasuk daerah tropis lembab, menurut hasil pengamatan BMKG (Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) sepanjang tahun 2009 menyebutkan secara
umum suhu Kota Jakarta, beriklim panas dengan rata rata suhu maksimum 34.2°C
pada siang hari dan suhu minimum udara berkisar 23.7°C pada malam hari dengan
suhu udara rata-rata berkisar 28.5°C seperti terlihat dalam tabel.
Pada
perancangan di daerah beriklim tropis, yang memanfaatkan potensi iklim seperti
di Jakarta terdapat 4 faktor yang mempengaruhi perancangan yang yaitu:
·
Radiasi panas matahari
·
Kecepatan Angin
·
Kelembaban
·
urah Hujan
Tabel. Kondisi suhu udara Jakarta (JDA 2010)
Pada
dasarnya ada dua aspek dalam kenyamanan yang perlu dipenuhi dalam suatu karya
arsitektur, yakni kenyamanan psikis dan kenyamanan fisik. Pada kenyamanan
psikis bersifat personal dan tidak terukur secara kuantitatif. Sedangkan
kenyamanan fisik lebih bersifat universal. Kenyamanan fisik terdiri dari :
1.
Kenyamanan ruang (spatial comfort)
2.
Kenyamanan penglihatan (visual comfort)
3.
Kenyamanan pendengaran ( audial comfort)
4.
Kenyamanan suhu (thermal comfort)
Berdasarkan
hasil penelitian kenyamanan suhu yang dilakukan oleh Tri Harso, suhu nyaman
untuk kota Jakarta adalah 26,5°C. Sedangkan suhu udara kota Jakarta pada siang
hari berkisar 34.2°C. Sehingga untuk mencapai kenyamanan thermal dapat dicapai dengan2 cara yaitu:
·
Mekanis, yaitu pencapaian suhu udara
nyaman dengan menggunakan peralatan mekanis, seperti AC
·
Natural, yaitu pencapaian suhu udara
nyaman yang dilakukan dengan cara alamiah.
Kenyamanan
suhu thermis dalam perancangan sebuah bangunan, khususnya unit rawat inap rumah
sakit berkaitan erat dengan kesembuhan pasien, suhu udara ruang perawatan yang
ideal berkisar antara 22°C-24°C, sehingga diperlukan pengunaan pendingin
ruangan (AC) untuk mencapai kenyamanan termal di dalam ruang
perawatan, apabila penghawaan alami tidak dapat menunjang kebutuhan.
Tabel. Persyaratan Suhu Udara Rumah Sakit (Permenkes/No.1204/2004
)
Kenyamanan
thermal yang dicapai melalui pengkondisian udara buatan (AC) perlu diimbangi dengan penghijauan dilingkungan
sekitarnya, selain bertujuan untuk membantu menurunkan suhu udara di dalam
ruangan, namun juga agar udara panas yang dihasilkan oleh AC di luar ruangan
dapat dinetralisir oleh pepohonan atau penghijauan.
·
Energi Listrik Dan Kenyamanan
Thermal
Penggunaan energi pada office buildings di Jakarta antara tahun
1999 – 2000 ( Bahri, 2001) dapat
dikatakan cukup tinggi, terutama pada penggunaan sistem pendinginan (AC).
Gambar. Diagram JSX Building In Jakarta (T.H.Karyono dan G.Bahri)
Perancangan
bangunan rawat inap rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan 24jam non-stop membutuhkan konsumsi enregi listrik lebih
tinggi dibandingkan bangunan lain seperti kantor yang hanya digunakan pada jam
tertentu.
Salah satu faktor penyebab tingginya
beban energi listrik untuk pengkondisian udara disebabkan oleh radiasi panas
matahari yang masuk kedalam bangunan, sehingga perancangan yang dapat
memiminalisasi radiasi panas yang masuk kedalam bangunan dapat membantu penghematan
beban energi listrik untuk pengkondisian udara.
Perancangan
bangunan yang menggunakan pendingin udara buatan perlu memperhatikan matahari,
selain berpotesni sebagai pencahayaan alami, ciri yang paling nampak dari
gejala iklim tropis adalah intensitas dan pantulan matahari yang kuat. Kondisi
seperti ini menyebabkan dapat menyebabkan panas yang berlebihan pada ruangan.
Selain itu juga cahaya yang terlalu kuat, juga yang memiliki kontras yang
terlalu besar dirasakan tidak menyenangkan. Oleh karena itu perlu dihindari
masuknya sinar matahari sore kedalam ruangan. Dan pada pagi hari sinar matahari
diusahakan dapat masuk ke dalam ruangan karena sinar matahari pagi mengandung
sinar ultra violet yang baik bagi tubuh dan juga mampu mematikan kuman.
Radiasi
panas matahari yang masuk ke dalam bangunan berpotensi menyebabkan semakin
tingginya beban penggunaan AC . Menurut
Lippsmeier,1997. dalam bukunya yang berjudul Bangunan Tropis, Orientasi
bangunan dan perlindungan terhadap cahaya matahari, berlaku aturan-aturan dasar
sebagai berikut:
·
Sebaiknya fasade terbuka menghadap
selatan atau utara agar meniadakan radiasi langsung dari cahaya matahari
rendah, dan konsentrasi tertentu yang menimbulkan pertambahan panas.
·
Di iklim tropika basah diperlukan
pelindung untuk semua lubang bangunan terhadap cahaya langsung dan tidak
langsung. Bahkan bila perlu untuk semua bidang bangunan. Karena bila langit
tertutup awan, seluruh bidang langit merupakan sumber cahaya.
Penanaman
pohon pelindung akan menghalangi radiasi matahari langsung pada material keras
seperti halnya atap, dinding, halaman parkir, atau halaman yang ditutup dengan
material keras (beton, aspal) akan membantu menurunkan suhu lingkungan. Dari
berbagai penelitian memperlihatkan bahwa penurunan suhu hingga 3ºC bukan merupakan
hal yang mustahil dapat dicapai dengan cara penanaman pohon lindung disekitar
bangunan.
Gambar. Pembayangan bangunan oleh pohon
Simulasi pendinginan malam hari yang
dilakukan oleh Cambridge Architectural Research Limited memperlihatkan
bahwa penurunan suhu hingga 3º pada siang hari dapat dicapai pada bangunan yang
menggunakan material dengan massa berat (beton,bata) apabila perbedaan suhu
antara siang dan malam tidak kurang dari 8ºC (perbedaan siang dan malam di
Indonesia umumnya berkisar sekitar 10ºC)
Sistem
penghawaan alami dengan ventilasi silang, baik secara horisontal maupun
vertikal bertujuan untuk mengendalikan akumulasi panas dan lembab di dalam ruangan.
Angin adalah udara yang bergerak.
Udara yang bergerak berpotensi baik untuk bangunan, sebagai penghawaan alami
dalam ruangan. Secara umum ventilasi diperlukan untuk pertukaran udara di dalam
ruangan. Angin berhembus dari daerah bertekanan tinggi ke rendah. Untuk membuat
udara dalam ruangan bergerak digunakan sistem cross ventilation
Gambar. Sketsa Cross Ventilation
Dalam
perancangan sebuah rumah sakit, ventilasi udara alami harus menjamin aliran
udara dalam ruangan dengan baik. Bila ventilasi alami tidak dapat menjamin
adanya pergantian udara dengan baik, ruangan harus dilengkapi dengan penghawaan
mekanis (exhauster).
Pemilihan material yang tepat
menjadi salah satu upaya dalam meminimalisasi radiasi panas, selain dengan
desain bukaan dan penggunaan sunshading. Material
beton ringan memiliki nilai tahanan terhadap radiasi panas matahari (Thermal Ressistance) yang lebih baik dibandingkan
batu bata.
Contoh
perhitungan yang dilakukan, antara batubata dan beton aerasi menunjukan
penghematan energi yang signifikan untuk pemakaian listrik, perbandingan dilakukan
pada ruang berukuran 3m x 4m x 3m. Ruang pertama menggunakan plat atap beton
ringan dan dinding blok beton aerasi (Autoclaved Aerated Concrete).
Sedang ruang kedua yang sama ukurannya menggunakan plat beton konvensional dan
dinding batu bata dengan plesteran semen-pasir. Pengukuran dilakukan terhadap
radiasi panas yang melalui material dinding dan plat atap. Dimana energi panas
dari luar akan ditahan oleh material, sehingga ruang dalam menjadi berkurang
panasnya. Berkurangnya panas ini, tergantung dari kemampuan material menahan
panas.
Tabel. Thermal Ressistance dan Pemakaian Listrik (Produsen Beton
Aerasi)
Komentar
Posting Komentar